Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

037. SEJARAH PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD S.A.W.


Perayaan maulid Nabi Muhammad S.A.W., pertama kali dirintis oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sultan Mesir dari Bani Ayyub yang memerintah pada 570-590 Hijriah atau 1174-1193 Masehi dengan daerah kekuasaan yang membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Ketika itu dunia Islam tengah terlibat dalam perang salib berhadapan dengan bangsa Eropa, terutama bangsa Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada 1099, pasukan gabungan eropa berhasil merebut Yerusalem dengan mengubah Masjid Al-Aqsha menjadi gereja. Ketika itu dunia Islam seperti kehilangan semangat jihad dan ukhuwah, sebab secara politis terpecah belah dalam beberapa kerajaan dan kesultanan meskipun khalifahnya satu, yaitu Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Iraq.
Melihat suasana lesu itu, Shalahuddin berusaha untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dengan menggelar Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awwal. Menurutnya, semangat jihad itu harus dibangkitkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Rasulullah SAW. Namun gagasan itu sebenarnya bukan usulan dia, tetapi usulan dari saudara iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yaitu seorang atabeg (bupati) di Irbil, Suriah Utara.

Awalnya, gagasan Shalahuddin ditentang para ulama, sebab sejak zaman Nabi perayaan maulid itu tidak ada. Apalagi, di dalam agama islam hari raya resmi cuma ada 2 yaitu, Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Namun Shalahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid hanyalah semarak syiar Islam, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dikategorikan sebagai bid’ah. Kebetulan Khlaifah An Nashir di Baghdad pun menyetujuinya.
Maka, di tengah musim haji pada 579 Hijriah atau 1183 Masehi, shalahuddin mengimbau seluruh jamaah hajji agar setiap tahun merayakan maulid Nabi di kampong halaman masing-masing. Salah satu kegiatan yang dalam maulid yang pertama kali digelar oleh Shalahuddin pada 580 H/1184 M adalah sayembara menulis riwayat Nabi yang diikuti oleh sejumlah ulama dan sasterawan.
Setelah diseleksi, pemenang pertamanya dalahSyaikh Ja’far Al-Barzanji-yang menulis riwayat Rasulullah SAW dan keluhuran akhlaknya dalam bentuk syair yang panjang, yaitu Maulid Barzanji.
Ternyata, peringatan Maulid Nabi yang digagas oleh Shalahuddin al-Ayyubi mampu menggelorakan semangat jihad kaum muslim dalam menghadapi serangan agresi Barat dalam Perang salib. Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga Yerusalem berhasil direbut pada 583 H atau 1187 M.
Pada zaman sekarang, kebanyakan muslim di Negara-negara Islam merayakan Maulid Nabi, diantaranya: Mesir, Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab (tidak secra resmi karena mereka menyambut secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing), Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Algeria, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan kebanyakan Negara islam yang lain. Di kebanyakan Negara Arab, Maulidurrasul Saw merupakan hari cuti umum.
Oleh karena itu, sangatlah pantas bagi kita untuk selalu memperingati kelahiran beliau sebagai bentuk syukur dan terima kasih yang dalam kepada Allah SWT atas karunia-Nya yang agung dengan lahirnya Rasulullah SAW.”man ahabbani fahuwwa ma’i fil-jannah” (al-hadits aw kama qala).

036. MAKLUMAT PANGERSA ABAH Nomor : 01.PPS.V.2002 TENTANG MENINGKATKAN PELAKSANAAN IBADAH DAN KEWASPADAAN


MAKLUMAT PANGERSA ABAH
                                                                  MAKLUMAT
                                                           Nomor : 01.PPS.V.2002
  TENTANG MENINGKATKAN PELAKSANAAN IBADAH DAN KEWASPADAAN

Bismillahirrohmanirrahim
Assalamu’alaikum wr. Wb
Mengamati perkembangan situasi dan kondisi dewasa ini, maka dengan tulus ikhlas Abah menghimbau para wakil Talqin, Kiyai, Ustadz, Mubaligh, Pengurus Organisasi dilingkungan Pondok Pesantren Suryalaya dan segenap ikhwan/akhwat TQN Pondok Pesantren Suryalaya , agar selalu:
1. Meningkatkan kesadaran dan keikhlasan untuk melaksanakan ibadah, baik shalat fardhu, shalat sunat, dzikrullah, khataman, manaqiban maupun ibadah lainnya dan berusaha menjadi panutan bagi ikhwan / akhwat TQN Pondok Pesantren Suryalaya serta masyarakat pada umumnya.
2. Meningkatkan persatuan dan kesatuan serta kerjasama dalam kebersamaan untuk mengamalkan, mengamankan dan melestarikan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, berikut tanbih dan untaian mutiara pada tanggal 13 februari 1956 yang wasiat dan amanat Syaikhuna Almukarram Syekh H. Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad ra. Kepada segenap murid-murid beliau.
3. Meningkatkan kewaspadaan terhadap sikap, ucapan dan perbuatan agar tidak bertentangan dengan peraturan agama maupun negara dan meningkatkan pembinaan amaliah secara positif terarah, guna memelihara kemurnian, amalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berikut tanbih dan untaian mutiara.
4. Meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai luhur tanbih serta untaian mutiara dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya.
5. Menjaga diri agar tidak berbuat yang bertentangan dengan petunjuk, pedoman, tuntunan, bimbingan dan pengajaran yang telah ditetapkan dalam amalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun secara organisasi, bagi mereka yang melakukan penyimpangan atau perekayasaan terhadapnya, maka abah tidak ikut bertanggung jawab orang yang bersangkutan.
Demikian agar segenap ikhwan / akhwat TQN Pondok Pesantren Suryalaya mengetahui dan melaksanakan maklumat ini dengan penuh kesadaran serta rasa tanggung jawab yang tinggi.

Wallahi Tawakalna Wailaihilmasiir
Wassalamu’alaikum wr.wb
Suryalaya, 17 Mei 2002 M.
4 Rabi’ul awal 1423 H
Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya,
t.t.d
K.H.A. SHOHIBULWAFA TAJUL ARIFIN

035. Pengertian dan CARA BERABITHAH (Robithoh)DALAM BERTAREKAT


Pengertian dan Cara Berabithah

Adalah merupakan suatu pandangan umum jika kita mengatakan bahwa akal dengan pemikiran positifnya dan juga negatifnya akan mempengaruhi manusia melakukan amal perbuatan selaras dengan apa yang difikirkannya. Ketika seseorang membayangkan fikiran yang kotor/negatif, maka bayangan itu akan mengantarkannya kepada perkara yang tidak suci. Sebaliknya memantapkan suatu bayangan positif dalam alam fikirannya akan mendorongnya kepada amal perbuatan yang bermanfaat. Kerana manusia adalah makhluk yang diberi cahaya akal untuk berfikir maka langkah awal adalah berfikir baru menerapkan kepada tindakan.
Manakala bayangan fikiran yang tak semestinya memasuki kedalaman hati manusia, maka fikiran-fikiran negatif dan syaitani akan menyebar benih, yang akan memusnahkan tanaman-tanaman indah hati. Tempatnya kemudian diganti dengan bayangan fikiran jahat. Pada akhirnya hasil-hasil fikiran jahat ini mempersiapkan manusia untuk melampiaskan berbagai bentuk kejahatannya, yang akan menghitamkan hati serta menghancurkan seluruh hidupnya.
Bayangan fikiran itu seperti pohon berkembang yang beransur-ansur, dan boleh menghasilkan buah yang manis atau pahit. Suatu bentuk bayangan fikiran yang baik adalah merupakan benih yang akan menghasilkan buah perbuatan yang baik dan harum. Dengan senantiasa memelihara bayangan fikiran yang baik, seiring berlalunya waktu, mereka melarikan akar-akar mereka di seluruh penjuru jiwanya dan tumbuh menjadi pohon besar dan kuat.

Melakukan rabithah diumpamakan seperti bercermin. Di hadapan cermin aplikasi perbuatan menyesuaikan diri dengan objek yang ada di hadapannya. Meskipun sifat atau karakter manusia yang telah terbentuk sulit diubah, tetapi apabila orang melakukan usaha-usaha yang tekun untuk menghapus ciri-ciri yang tak diinginkan itu maka keutamaan dan kebajikan secara beransur-ansur menghampirinya. Untuk itu diperlukan pusat perhatian kepada nilai-nilai kebaikan/terpuji, termasuk bayangan kepribadian yang boleh menjadi self-suggestion di setiap waktu dan tempat.

Rabithah artinya ikatan atau berhubungan, yang berarti proses terjadinya hubungan atau ikatan ruhaniyah antara seorang murid dengan Guru Mursyidnya. Mengikat atau menghubungkan diri dengan Ilahiyah seperti yang diungkapkan Al-Quran:
 "Wahai orang-orang yang memiliki iman, bersabarlah! jadikanlah kesabaran atasmu, berabithahlah (agar diteguhkan), dan takutlah kepada Allah, mudah-mudahan engkau termasuk orang-orang beruntung". (QS. Ali Imran[3]: 200)

Melakukan rabithah mengandung makna menghadirkan/ membayangkan rupa Syeikh atau Guru Mursyidnya yang Kamilah di dalam fikiran ketika hendak melaksanakan ibadah, lebih khusus ketika berdzikir kepada Allah Ta'ala.
Menurut beberapa Ulama sufi, berabithah itu lebih utama daripada zikirnya seorang Salik. Melaksanakan rabithah bagi seorang murid lebih berguna daripada zikirnya, kerana Guru itu sebagai perantara dalam wushul ke hadirat Allah Jalla wa ‘Alaa bagi seorang murid. Apabila bertambah rasa dekat dengan gurunya itu, maka akan semakin bertambah pula hubungan batinnya, dan akan segera sampai kepada yang dimaksud, yakni makrifat. Dan bagi seorang murid harus Fana dahulu kepada Guru Mursyidnya, sehingga akan mencapai Fana dengan Allah Ta'ala".[1]

Menurut Syekh Muhammad bin Abdulah Al-Khani Al-Khalidi dalam kitabnya Al-Bahjatus Saniyyah hal. 43, berabithah itu dilakukan dengan 6 (enam) cara:
1. Menghadirkannya di depan mata dengan sempurna.
2. Membayangkan di kiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada ruhaniyahnya sampai terjadi sesuatu yang ghaib. Apabila ruhaniyah Mursyid yang dijadikan rabithah itu tidak lenyap, maka murid dapat menghadapi peristiwa yang akan terjadi. Tetapi jika gambarannya lenyap maka murid harus berhubungan kembali dengan ruhaniyah Guru, sampai peristiwa yang dialami tadi atau peristiwa yang sama dengan itu, muncul kembali. Demikianlah dilakukan murid berulang kali sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa ghaib tanda Kebesaran Allah. Dengan berabithah, Guru Mursyidnya menghubungkannya kepada Allah, dan murid diasuh dan dibimbingnya, meskipun jarak keduanya berjauhan, seorang di barat dan lainnya di timur. Selain itu akan membentenginya dari fikiran-fikiran yang menyesatkan sehingga memicu pintu ruhani yang batil memasuki dirinya (baik ruhani-ruhani ataupun i'tikad-i'tikad yang batil),
3. Mengkhayalkan rupa Guru di tengah-tengah dahi. Memandang rabithah di tengah-tengah dahi itu, menurut kalangan ahli Thariqat lebih kuat dapat menolak getaran dan lintasan dalam hati yang melalaikan ingat kepada Allah Ta'ala.
4. Menghadirkan rupa Guru di tengah-tengah hati.
5. Mengkhayalkan rupa Guru di kening kemudian menurunkannya ke tengah hati. Menghadirkan rupa Syekh dalam bentuk keempat ini agak sukar dilakukan, tetapi lebih berkesan dari cara-cara sebelumnya.
6. Menafikan (meniadakan) dirinya dan mentsabitkan (menetapkan) keberadaan Guru. Cara ini lebih kuat menangkis aneka ragam ujian dan gangguan-gangguan.

Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, karangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad disebutkan: "Perkataan seorang mukmin yang menyeru ‘Wahai Fulan' ketika di dalam kesusahan, termasuk dalam tawasul yang diseru kepada Allah. Dan yang diseru itu hanya bersifat majaz bukan hakikat. Makna ‘Wahai Fulan! Aku minta dengan sebabmu pada Tuhanku, agar Dia melepaskan kesusahanku atau mengembalikan barangku yang hilang dariku, yang diminta dari Allah SWT. Adapun yang diucapkan kepada Nabi/Wali menjadi sebagai majaz (kiasan) dan penghubung, maka niat meminta kepada Nabi/Wali hanyalah sebagai sebab saja.
Dan diucapkan pada syara' dan adat, contohnya adalah seperti permintaan tolong kita kepada orang lain: ‘tolong ambilkan barang itu'. Maka apa yang sebenarnya adalah kita meminta tolong dengan sebab orang tadi, hakikatnya Tuhan Yang Kuasa atas segala sesuatunya. Apabila kita meyakini orang itu mengambil sendiri secara hakikatnya, maka barulah boleh dikatakan syirik. Maka begitu pulalah berabithah itu sebagai sebab yang menyampaikan bukan tujuan.

Berbicara mengenai sebab, telah banyak ayat Al-Quran dan Hadits Qudsi yang menyatakan bahwa segala perkara yang diperlukankan manusia dan makhlukNya didapati dan dikaruniakan oleh Allah Yang Kuasa, apakah itu makanan, minuman, pakaian, rezeki, kesembuhan, dan sebagainya. Maka untuk kesemuanya itu perlu adanya sebab yang menyampaikan. Penyampaiannya boleh cepat atau lambat. Dan seseorang yang menerima rezeki dari seseorang lainnya, sepatutnyalah berterima kasih kepadanya sebagai adab atas penyampaian rezekinya itu. Begitu pulalah seseorang meminta akan sesuatu hanya kepada sahabat atau lainnya, tentu ada adab-adab atau tatacara tertentu yang harus dilakukan, agar hajatnya itu terpenuhi sesuai dengan kehendaknya. Dan tidak hanya lahiriyyah saja, perkara-perkara ruhaniyahpun memiliki adab atau tatacaranya, agar tercapai penyampaian maksudnya ke Hadhirat Allah Yang Suci.

Maka penyampaian kehendak seseorang hamba kepada lainnya, yakni yang memerlukan sesuatu selain Allah adalah suatu bentuk majaz bukan hakikat. Kalau ia beri'tiqad memohon secara hakikat, maka jadilah syirik yang menyekutukan Tuhannya.

Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irdibiy Rhm. mengatakan:
"Sesungguhnya rasa dekat dengan Syekh Mursyid bukan kerana dekat zatnya, dan bukan pula kerana mencari sesuatu dari peribadinya, tetapi kerana mencari hal-hal yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya (kedudukan yang telah dilimpahkan Allah atasnya) dengan mengi'tiqadkan (meyakini) bahwa yang membuat dan yang berbekas hanya semata-mata kerana Allah Ta'ala seperti orang faqir berdiri di depan pintu orang kaya dengan tujuan meminta sesuatu yang dimilikinya sambil mengi'tiqadkan bahwa yang mengasihi dan memberi nikmat hanya Allah yang mempunyai gudang langit dan bumi, serta tidak ada yang menciptakan selain dari-Nya. Alasan ia berdiri di depan pintu rumah orang kaya itu kerana ia meyakini bahwa di sana ada salah satu pintu nikmat Allah yang mungkin Allah memberikan nikmat itu melalui sebab orang kaya itu". (Tanwirul Qulub : 527)

Dalam kitab Mafaahiim Yajiibu an Tus-haha karangan Syekh Muhammad ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani bahwa Al-Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan:
"Sesungguhnya syi'ar kaum muslimin dalam peperangan Yamamah adalah: ‘Wahai Muhammad! (tolonglah kami)".

Rasulullah SAW bersabda:
"Jika telah menyesatkan akan kamu sesuatu atau ingin minta pertolongan, sedangkan dia berada di satu bumi yang tidak ada padanya kawan, maka hendaklah dia berkata: ‘Wahai hamba Allah, tolonglah aku!' Maka sesungguhnya bagi Allah itu ada hamba-hamba yang tidak dapat dilihat. Dan sungguh terbuktilah yang demikian itu". (HR. Thabrani)

Dan lagi sabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya Allah memiliki malaikat selain Hafazhah yang menulis apa-apa yang jatuh dari pohon. Maka apabila menimpa kepincangan di bumi yang luas, hendaklah dia menyeru: ‘Tolong aku, wahai hamba Allah". (HR. Thabrani)

Firman Allah menyebutkan:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. An-Nisa‘[4]: 59)

Ulil Amri yang kita patuhi adalah orang yang menjalankan syari'at Islam, bukan orang yang di luar kriteria itu, dan bukanlah pemimpin yang membawa kepada selain sistem yang diajarkan Nabi kita SAW.

Dikisahkan ketika anak-anak Ya'qub As. merasa bersalah (kerana berusaha mencelakakan Yusuf As.), mereka semua menghadap orang tuanya, dan memohon kepada Ya'qub As.
 "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Pengampun lagi Penyayang (kepada seluruh hamba-Nya)". (QS. Yusuf[12]: 96-98).
 Inilah salah satu bukti bahwa permohonan do'a ampunan tidak hanya dilakukan si pemohon, tapi dapat dimintakan tolong kepada seseorang yang dianggap soleh atau dekat kepada Allah SWT.

034. MA'SHIAT... (Oleh: Maulana Blepetan Al-Tampanie)


Suatu hari seorang lelaki menemui Ibrohim bin Adhom.
Dia berkata, ‘Wahai Aba Ishak! Saya selalu melakukan maksiat,
tolong berikan aku nasihat’.
Ibrohim berkata, ‘Jika kamu mau menerima lima syarat dan mampu melaksanakannya,
maka kamu boleh teruskan melakukan maksiat.’
1. Jika kamu maksiat kepada Alloh, jangan makan rezekiNya.”
Lelaki itu seraya berkata, ‘Aku mau makan dari mana?
Bukankah semua yang ada di bumi ini rezeki Alloh?
”Ya,” tegas Ibrohim bin Adhom.
”Kalau kamu sudah memahaminya, masih pantaskah memakan rezekinya,
sementara kamu selalu berkeinginan melanggar larangan-Nya? ”
2. ”Yang kedua,” kata Ibrohim, ”kalau mau bermaksiat, jangan tinggal dibumi-Nya!
Syarat ini membuat lelaki itu kaget setengah mati.
Ibrohim kembali berkata kepadanya, ”Wahai Abdulloh, pikirkanlah,
apakah kau layak memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya,
sementara kamu melanggar segala larangan-Nya? ”
”Ya, Anda benar,” kata lelaki itu.
3. Dia kemudian menanyakan syarat yang ketiga.
Ibrohim menjawab,”Kalau kamu masih mau bermaksiat,
carilah tempat tersembunyi yang tidak dapat terlihat oleh-Nya!”
Lelaki itu kembali terperanjat dan berkata, ”Wahai Ibrahim, ini nasihat macam apa?
Mana mungkin Alloh tidak melihat kita?”
”Nah, kalau memang yakin demikian,
apakah kamu masih berkeinginan berlaku maksiat?”  kata Ibrohim.
Lelaki itu mengangguk dan meminta syarat yang keempat.
4. Ibrohim melanjutkan, ”Kalau malaikat maut datang hendak mencabut rohmu,
katakanlah kepadanya, ‘Mundurkan kematianku dulu.
Aku masih mau bertobat dan melakukan amal sholeh’.”
Kembali lelaki itu menggelengkan kepala dan segera tersadar,
”Wahai Ibrohim, mana mungkin malaikat maut akan memenuhi permohonanku? ”
”Wahai Abdulloh, kalau kamu sudah meyakini bahwa kamu tidak bisa menunda
dan mengundurkan datangnya kematianmu,
lalu bagaimana engkau bisa lari dari murka Alloh?”
”Baiklah, apa syarat yang kelima?”
5. Ibrohim pun menjawab, ”Wahai Abdulloh kalau malaikat Zabaniyah
datang hendak menggiringmu ke api neraka di hari kiamat nanti,
jangan engkau mau ikut bersamanya.’ ‘
Perkataan tersebut membuat lelaki itu tersadar.
Dia berkata, ”Wahai Aba Ishak, sudah pasti malaikat itu tidak membiarkan
aku menolak kehendaknya. ”
Dia tidak tahan lagi mendengar perkataan Ibrohim.
Air matanya bercucuran. ”Mulai saat ini aku bertobat kepada Alloh,” katanya sambil terisak.

033. Memiliki aset 3 Milyar, buah keyakinan yang besar


( Sumber: TQN Centre Jakarta )

Tengku (ustadz) Zulfan. Itulah nama panggilan wakil talqin TQN Suryalaya asal Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ini. Nama lengkap beliau adalah Drs. Muhammad Sulfanwandi Hasan, MA. Beliau dalah dosen di Unsyiah (Universitas Syah Kuala) dan IAIN Ar Raniry, Aceh.

Sejarah beliau masuk ke TQN Suryalaya adalah saat terjadi tsunami Desember 2004. Pertengahan bulan Januari 2005 Ust. Wahfiudin membentuk Tim “Suryalaya Peduli Aceh” dan terjun menjadi relawan dalam musibah yang menelan korban hampir 300 ribu orang. Bergabung dalam tim tersebut ikhwan TQN dari beberapa wilayah antara lain Medan, Sukabumi, Banten, Surabaya, Bekasi, dan Jakarta. Total Tim berjumlah 30 orang.

Merasa kurang amunisi, ustadz Wahfiudin mendatangkan Ajengan Jejen ke Aceh. Di Aceh kedua wakil talqin tersebut bertemu dengan Tengku Zulfan. Tengku Zulfan dengan senang hati bersedia bekerja sama dengan tim “Suryalaya Peduli Aceh”. Pesantrennya pun menjadi pusat kegiatan tim relawan Suryalaya. Bukan hanya bantuan logistik, Pelatihan-pelatihan pun diadakan di pondok pesantren beliau yang bernama Pondok Pesantren (Dayah) Raudhatul Qur’an, Desa Tungkob, Kec. Darussalam, Kab Aceh Besar.

Saat pelatihan itulah Ajengan Jejen menyampaikan talqin dzikir dari Wali Mursyid kepada para peserta pelatihan termasuk Tengku Zulfan. Sejak saat itu dzikir TQN adalah dzikir resmi di ponpes tersebut dengan restu pimpinan pesantren kelahiran tahun 1959 itu.

Menyebarkan TQN di Dayah Raudhatul Qur’an bukanlah tanpa tantangan. Suatu saat Ajengan Jejen memanggil santri beliau yang menjadi relawan (kalau tidak salah Zahid Hakiki). Zahid dengan semangat khidmahnya berlari menghampiri ajengan Jejen. Tengku zulfan sekonyong konyong membentak Zahid. Beliau berkata, “Hey!!! disini jangan berlari!!! Kalau kamu berlari, TNI menganggap kamu GAM. Sedangkan GAM menganggap kamu penyusup dari TNI. Kamu bisa ditembak mereka” ternyata desa beliau dikelilingi TNI maupun GAM. 

Berda’wah di Tungkob, taruhannya adalah nyawa. Tengku Zulfan siap pasang badan kalau ada pihak yang menyerang Ust. Wahfiudin dan Ajengan Jejen. Alhamdu Lillah tidak terjadi apa-apa pada mereka. Karena tengku Zulfan adalah seorang ulama yang benar-benar mengayomi masyarakat sekitar. Sehingga beliau pun dilindungi masyarakat.

Sepulang dari Aceh, Ajengan Jejen dan Ustadz Wahfiudin mengajak Tengku Zulfan dan Tengku Hasan Muda (Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah dengan ribuan murid) ke Ponpes Suryalaya. Di Suryalaya ternyata kedua ulama tersebut diangkat menjadi Wakil Talqin oleh Pangersa Abah.

Tanggal 29 Maret sampai 1 April Ustadz Wahfiudin, Ibu Rachmajanti (istri Ust. Wahfiudin), Asep Haerul Gani dan penulis berangkat ke Aceh dalam rangka “Pelatihan Pendalaman Tasawuf”. Dalam perjalanan menuju lokasi, Tengku Zulfan menjelaskan dengan merendah: “Mohon maaf, lokasi training kita di tengah hutan”. Namun Sesampai di lokasi kami terkaget-kaget. Karena bangunan-bangunan yang pada tahun 2005 kami saksikan sendiri terbuat serba dari kayu dan berbentuk rumah panggung, kini sudah berubah total menjadi bangunan yang mewah.

Yang membuat mata saya terbelalak dan tidak memindahkan pandangan adalah gambar Latifah 2 buah dengan ukuran sangat besar. Kira-kira besarnya 1,5 mtr x 1 mtr. Gambar tersebut dipajang dengan bangganya. Saya membatin, “inilah bukti keyakinan yang begitu besar”.

Dalam sambutan Tengku Zulfan kepada peserta pelatihan pendalaman tasawuf yang terdiri dari para tengku (ustadz atau Kyai) dari beberapa pesantren, beliau mengemukakan bahwa, Dengan dzikir, bangunan reot berubah menjadi bangunan seharga 3 millyar, semua itu berkah dzikir yang tersambung melalui Wali Mursyid”.

Berkah keyakinan dalam Dzikir

Satu hal komentar ust. Wahfiudin terhadap tengku Zulfan. Beliau memiliki keyakinan yang luar biasa besar kepada pangersa Abah sebagai Wali Mursyid. 

Setiap malam Jumat di masjid tersebut diadakan dzikir khatam. Pada tanggal 31 Maret kami menyaksikan bangunan masjid 3 lantai itu dipenuhi jamaah. Bahkan tangga masjid pun ikut menjadi tempat bagi jamaah dzikir, lk 1.000 jamaah memenuhi masjid tersebut. Bahkan tengku Zulfan menambahkan, kalau bulan Sya’ban dan Rajab, jamaah bisa mencapai 3.000 orang. Subhanallah.

Lagi-lagi penulis membatin, “Seorang Tengku Zulfan yang tinggal di tempat yang jauh dari Suryalaya, berkunjung ke Suryalaya pun bisa dihitung dengan jari. Buku-buku yang terbatas, pembinaan hanya sekedarnya dari ikhwan senior, namun bisa menyedot 3.000 orang (khusus di Aceh Besar) untuk menjadi murid pangersa Abah. Alangkah kuat daya spiritual pangersa Abah. Subhanallah”.

Kini, selain mengasuh pondok pesantren dan menjadi dosen, beliau juga menekuni berbagai usaha sebagai penunjang da’wahnya. Semoga Allah limpahkan keistiqamahan dan keikhlasan kepada beliau dan kita semua. Amin.

English French German Spain Russian Japanese Arabic Chinese Simplified
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Backup Data Dokumen Pemuda - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger